“Harus bisa
menenun dulu baru bisa menikah.”
“Kalau nggak
kunjung bisa menenun gimana?”
“Jadi perawan
tua. Tapi ini hanya berlaku di desa kami.”
Itulah sepenggal
dialog saya dengan salah satu gadis penenun yang saya jumpai di Desa Sukarare,
Lombok.
Desa
Sukarare merupakan salah satu desa sadar wisata yang ada di Lombok, selain
Desa Sade dan Desa Banyumule. Desa Sukarare terkenal dengan kerajinan tenun
tradisional atau songket khas Lombok. Sukarare terletak di Kabupaten Lombok
Tengah Kecamatan Jonggat, Lombok. Lama waktu tempuh untuk mencapai desa ini
kurang lebih 20 menit dari Bandara Internasional Lombok.
Alhamdulillah saya
mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi desa yang unik ini bersama rombongan
teman-teman kerja. Keunikan dari Desa Sukarare adalah tradisi menenun atau
nyesek yang masih dipegang teguh oleh para penduduknya.
Gadis-gadis Desa
Sukarare harus bisa menenun atau nyesek sebelum menikah. Jika mereka tak kunjung
bisa menenun maka mereka terancam menjadi perawan tua. Itulah sebabnya para
gadis Desa Sukarare sudah belajar menenun sejak berumur 9 tahun. Sebaliknya para
pria Desa Sukarare dilarang nyesek karena ada kepercayaan jika pria menenun
maka mereka tidak akan memiliki keturunan alias mandul.
Untuk menghasilkan
selembar kain tenun atau Songket khas Lombok yang cantik, para gadis itu harus
duduk menenun dari pagi hingga sore selama kurang lebih 8 jam. Maka tak heran
jika kita mengunjungi desa ini maka kita akan melihat di setiap rumah ada
beberapa gadis yang menenun di teras rumah mereka.
Selembar kain
tenun membutuhkan waktu pengerjaan mulai dari 3 minggu hingga 2 bulan,
tergantung motifnya. Tentunya semakin rumit dan variatif motifnya maka
membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikannya. Sepintas terlihat mudah melihat
gadis-gadis itu menenun, tinggal menyelipkan gulungan benang satu per satu
kemudian menarik bilah-bilah bambu ke belakang dan ke depan.
Tapii setelah
saya melihat dari dekat proses pembuatan kain tenun ini barulah saya sadar
betapa sulit melakukannya. Bahkan untuk membuat selembar kain tenun, para gadis
itu harus meminta desainnya kepada desainer kain tenun terlebih dahulu.
Saya kagum
melihat ketelatenan para gadis itu mengerjakan kain tenun yang indah dan artistik
tersebut. Tangan-tangan mereka begitu terampil mengoperasikan alat tenun
tradisional yang di mata saya terlihat rumit itu. Bayangkan saja kita harus
jeli memperhatikan setiap helai benang yang akan kita tenun, jangan sampai
nanti salah memasukkan gulungan benang atau salah menarik bilah-bilah bambu agar
tidak merusak desainnya.
Meskipun
dikerjakan dengan alat tradisional namun desain kain tenun Desa Sukarare ini sangat
mengesankan, ini terlihat dari pengaplikasian pasangan warna-warna tanah dengan
pola tradisional timur yang asli Pulau Lombok. Motif yang umum dipakai dalam
kain tenun Lombok adalah tentang kehidupan kuno dari Suku Sasak Lombok dan motif
rumah adat Bale Tani. Ada juga motif yang cukup unik yaitu motif tokek, yang masih
dipertahankan hingga sekarang.
Bahan baku kain
songket Lombok adalah benang katun, sutera, sutera emas dan benang sutera
perak. Sedangkan untuk bahan pewarna yang mereka gunakan adalah dari bahan
pewarna alami seperti warna coklat kemerahan dari pohon mahoni, warna biru
didapatkan dari indigo atau Mirinda Citrifonela atau mengkudu, warna coklat
muda dari batang jati, warna coklat tanah dari biji asam, warna coklat tua dari
batang pisang busuk, dan warna ungu dari kulit manggis dan anggur.
Karena pembuatan
kain tenun khas Lombok ini masih menggunakan peralatan tradisional, setiap
motif memiliki tingkat kesulitan tersendiri dan membutuhkan waktu yang lama
maka tak mengherankan jika harganya cukup mahal. Satu lembar kain tenun
dihargai mulai Rp.150.000 hingga Rp.800.000.
Bagaimana, Anda
tertarik mengoleksi kain songket khas Lombok buatan para gadis Desa Sukarare
ini? Silakan datang langsung ke sana. Bahkan Anda bisa mencoba sendiri
bagaimana membuat kain tenun ini. Sebuah pengalaman wisata budaya yang tentunya
sangat mengesankan.
Oh iya, jangan
lupa melihat video tentang tradisi menenun di Desa Sukarare ini di channel youtube Keluarga Biru dan website Net
CJ pada link di bawah ini:
REFERENSI:
http://lombokbulanmadu.com/desa-penghasil-kain-khas-lombok-sukarare-lombok-tengah.html
http://desasukarara.blogspot.co.id/
Wih.. Adatnya masih kental sepertinya ya mas.. Sampai kalau belum bisa menenum harus jadi perawan tua.. Lagian menenun itukan sulit banget, apalagi untuk kain kain tradisional yang motifnya itu.. gimana gitu..
BalasHapusBtw, aku baru denger lho ternyata songket pun diakui oleh lombom sehingga menjadi songket khas lombok.. Kukira hanya ada di SuMut aja
Songket Lombok keren.. punya khas tersendiri.. selamat udah masuk d net tv 😊
BalasHapusmenarik ya.. semoga suatu waktu aku bisa ke lombok nih.
BalasHapusKain songketnya bagus2 ya mas, kirain desa adat yg terkenal cuma Sade, ada yg lain juga tho. Sip dah, videonya tayang di Net TV
BalasHapusWaw... pantes mereka belajar menyongket sejak kecil ya mas. Kalau gak bisa menenun nanti nikahnya lama. Waduh
BalasHapusNyobain nenun, gak, mas?
BalasHapusSelalu suka melihat perempuan-perempuan yang menenun. Keliatannya sabaaaar dan cekatan banget ya. Btw selamat videonya tayang lagi di Net, Wan..
BalasHapusIni sama kek perempuan Baduy Banten. Nenun dulu baru nikah 😁
BalasHapusHuaaa gimana kalo aku tinggal disana ya bakal lama baru bisa nikah
BalasHapusApagi nenuh itu njlimet bangety
Astagaaaa......., cukup mahal juga ya ternyata harga satu lembar kain tenun.
BalasHapusTapi Worth it lah, ini adalah sebuah mahakarya yang patut di lestarikan 😍
Wah jadi salah satu syarat bisa menikah dan jadi istri itu dinilai dari bisa atau gaknya menenun ya? Tengkyu postingnnya, informatif. Ini yg kmrn masuk net ya?
BalasHapusWah... adakah blm menikah yang sudah tua karena belum bisa menenun mas?
BalasHapus